Kulminasi malam telah berlalu ketika Detik terus berlari diikuti Menit yang malas mengejar. Jam masih duduk manis di kursi nomer satu sambil minum secangkir kopi panas kesukaannya. Deru mesin motor sesekali menyelingi percakapan para lelaki dewasa yang sedang menyiapkan bilik-bilik untuk perhelatan akbar ketika surya menebarkan senyumnya hari ini.
Jam menatap penuh tanya pada Dia yang masuk ruangan seusai mencuci dirinya. Dilihatnya Dia mengeringkan tubuhnya dan memakai pakaian yang biasa dikenakannya untuk menuntut ilmu.
“Apa yang hedak dia lakukan di waktu seperti ini?” tanya Jam pada kedua temannya.
“Entahlah. Biasanya dia baru akan tidur,” jawab Detik sambil terus berlari.
“Mungkin mau dibantunya para lelaki di luar sana,” Menit pun memberi dugaannya.
“Tak mungkin dia mau membantu, pekerjaan di luar pasti telah hampir usai!”
“Sedari tadi sore dia terus berada di ruang sebelah. Entah apa yang dilakukannya,” Jam mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
“Mungkin dia hendak mengunjungi tempat prostitusi!” Menit menerka kembali.
“Ah! Itu mungkin saja tapi kurasa libidonya tak setinggi yang kau bayangkan,” jawab Jam sambil berpikir, “Lagipula apa para penjaja cinta itu beroperasi di malam menjelang perhelatan besar seperti ini?”
“Benar juga, pasti para pelanggan mereka pun sibuk mempersiapkan bilik.”
Dia keluar ruangan seusai berpakaian lalu disandangnya tas besar di punggungnya. Dipadamkannya semua lampu rumah itu lalu keluar.
“Hei, mau ke mana dia dengan tas sebesar itu?” tanya Detik penasaran.
“Apa dia akan pergi jauh? Apa dia tidak akan mengikuti perhelatan besar hari ini?” Menit menambahkan tanya.
“Bukan itu tanya terpenting saat ini. Apa dia akan kembali?” pertanyaan Jam tak pula terjawab hingga semua berlalu.
20140409
Menanti 02.50 WIB